Laman

Jumat, 19 November 2010

PENGOLAHAN LIMBAH


TUGAS TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR TAHU



OLEH
MISNANI
05071007020






PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA
2010





I.       PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Indonesia memiliki banyak sumber daya alam. Sumber daya alam itu menjadikan indonesia kaya akan hasil pertanian dan hasil perikanan. Hasil kekayaan diolah semaksimal mungkin untuk menghasilkan produk-produk yang berkualitas dan bermanfaat bagi masyarakat. Dalam proses pengolahan produk-produk tersebut terbentuk limbah. Pengolahan yang baik akan menghasilkan limbah yang sedikit sedangkan pengolahan yang kurang baik akan menghasilkan limbah yang banyak.
Berbagai kasus pencemaran lingkungan dan memburuknya kesehatan masyarakat yang banyak terjadi dewasa ini diakibatkan oleh limbah cair dari berbagai kegiatan industri, rumah sakit, pasar, restoran hingga rumah tangga. Hal ini disebabkan karena penanganan dan pengolahan limbah tersebut belum mendapatkan perhatian yang serius. Sebenarnya, keberadaan limbah cair dapat memberikan nilai negatif bagi suatu kegiatan industri. Namun, penanganan dan pengolahannya membutuhkan biaya yang cukup tinggi sehingga kurang mendapatkan perhatian dari kalangan pelaku industri, terutama kalangan industri kecil dan menengah. Kedelai dan produk makanan yang dihasilkannya merupakan sumber makanan yang dapat diperoleh dengan mudah dan murah serta memiliki kandungan gizi yang tinggi. (Anonim, 2010).
Salah satu contoh industri yang menggunakan kedelai adalah industri  tahu. Industri tahu merupakan industri rakyat, yang sampai saat ini masih banyak yang berbentuk usaha perumahan atau industri rumah tangga. Walaupun sebagai industri rumah tangga dengan modal kecil, industri ini memberikan sumbangan perekonomian negara dan menyediakan banyak tenaga kerja. Namun pada sisi lain dihasilkan limbah cair yang sangat berpotensi merusak lingkungan.
Limbah cair yang dihasilkan oleh industri tahu merupakan limbah organik yang degradable atau mudah diuraikan oleh mikroorganisme secara alamiah. Namun karena sebagian besar pemrakarsa yang bergerak dalam industri tahu adalah orang-orang yang hanya mempunyai modal terbatas, maka perhatian terhadap pengolahan limbah industri tersebut sangat kecil, dan bahkan ada beberapa industri tahu yang tidak mengolah limbahnya sama sekali dan langsung dibuang ke lingkungan. Kondisi ini sangat tidak menguntungkan dan harus mendapat perhatian yang serius.
Pengolahan limbah cair industri tahu sampai saat sekarang kebanyakan hanya menampung limbah cair kemudian didiamkan beberapa saat lalu dibuang ke sungai. Cara ini memerlukan kapasitas penampungan limbah cair yang sangat besar. Terlebih lagi apabila kapasitas industri tahu cukup besar, maka dihasilkan limbah cair industri tahu yang sangat banyak. Penguaraian polutan tersebut dilakukan oleh mikroorganisme yang tidak memerlukan oksigen bebas atau secara anaerob. Memang hal tersebut dapat berjalan walaupun memerlukan waktu yang cukup lama. Supaya proses pengolahan dapat berjalan lebih efektif, maka perlu dicari kondisi yang paling baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Mikroorganisme dapat hidup dengan baik pada kondisi pH limbah cair sekitar 7 atau pada keadaan normal. Limbah cair industri tahu bersifat asam sehingga sebelum diolah perlu dinetralkan terlebih dahulu dengan kapur agar kerja mikroorganisme berlangsung dengan baik. Mengingat waktu yang cukup panjang dalam proses pengolahan limbah cair tahu secara anaerob, maka perlu dicari jalan ke luar untuk mendapatkan proses yang singkat Namur biayanya tetap murah (Darsono , 2007).

B.     Tujuan
Pengolahan limbah cair tahu bertujuan untuk mengurangi bahaya pencemaran oleh limbah cair baik terhadap lingkungan maupun masyarakat sekitar.

C.Manfaat
Pengolahan limbah cair ini diharapkan bisa bermanfaat bagi masyarakat sekitar dan bisa diaplikasikan oleh industri tahu dimanapun berada.





II. TINJAUAN PUSTAKA
A.    Limbah
Menurut wikipedia (2010), Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water). Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah.
Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah. Limbah cair tahu merupakan salah satu contoh limbah walaupun tingkat bahayanya kecil. Bahaya yang kecil akan jadi besar jika penanganannya salah. Oleh karena itu, perlu penangan yang baik agar limbah yang dihasilkan baik,  bermanfaat dan ramah lingkungan.
Air limbah berasal dari dua jenis sumber yaitu air limbah rumah tangga dan air limbah industri. Secara umum didalam limbah rumah tangga tidak terkandung zat-zat berbahaya, sedangkan didalam limbah industri harus dibedakan antara limbah yang mengandung zat-zat yang berbahaya dan yang tidak. Untuk yang mengandung zat-zat yang berbahaya harus dilakukan penanganan khusus tahap awal sehingga kandungannya bisa di minimalisasi terlebih dahulu sebelum dialirkan ke sewage plant, karena zat-zat berbahaya itu bisa memetikan fungsi mikro organisme yang berfungsi menguraikan senyawa-senyawa di dalam air limbah. Sebagian zat-zat berbahaya bahkan kalau dialirkan ke sawage plant hanya melewatinya tanpa terjadi perubahan yang berarti, misalnya logam berat (Santi, 2004).


B.     Limbah Cair
Limbah cair banyak mengandung bahan organik yang merupakan nutrien untuk mikroorganisme, karena itu mikroorganisme akan berkembang biak dengan cepat, dan dalam proses itu menghabiskan oksigen yang terlarut dalam air. Akibatnya air menjadi kotor dan berbau busuk sehingga kehidupan akuatik mati.
Menurut Anonimus (2000), Baku mutu limbah cair dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1) Efluent standard
Eflluent standard adalah batas kadar maksimum atau minimum parameter limbah yang diperbolehkan untuk dibuang ke lingkungan.
Ada 4 jenis yaitu: golongan I, II, III, dan IV. golongan I merupakan standar limbah yang paling baik, sehingga pengolahannyapun paling sulit, dan golongan IV adalah golongan limbah yang paling jelek, sehingga apabila suatu kegiatan dituntut untuk mengolah limbah sesuai dengan golongan IV, maka tuntutan itu
adalah yang paling ringan.
2) Stream standard
Stream standard adalah batas kadar maksimum atau minimum parameter suatu badan air. Badan air seperti sungai dibedakan menjadi
a.       Badan air golongan A: yaitu badan air yang airnya digunakan sebagai air minum tanpa pengolahan yang berarti.
b.      Badan air golongan B: yaitu badan air yang airnya dapat digunakan sebagai air baku untuk diolah sebagai air minum, dan dapat digunakan untuk keperluan lain, tetapi tidak memenuhi golongan A
c.       Badan air golongan C: yaitu badan air yang airnya digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan, dan dapat digunakan untuk keperluan lain, tetapi tidak memenuhi golongan A dan B
d.      Badan air golongan D: yaitu badan air yang airnya digunakan untuk keperluan pertanian dan untuk keperluan lain, tetapi tidak memenuhi golongan A, B, dan C
e.       Badan air golongan E yaitu badan air yang airnya tidak memenuhi kualitas air golongan A, B, C, dan D
Jenis limbah cair pada dasarnya ada 2 yaitu limbah industri dan limbah rumah tangga. Limbah cair yang termasuk limbah rumah tangga pada dasarnya hanya mengandung zat-zat organik yang dengan pengolahan yang sederhana atau secara biologi dapat menghilangkan poluten yang terdapat di dalamnya (Ginting, 1992). Poluten yang terdapat dalam limbah cair ada berbagai jenis, dan jenis polutan tersebut menentukan bagaimana limbah cair tersebut harus diolah.
Berdasarkan polutan yang terkandung di dalam limbah cair, maka limbah cair dapat dibedakan menjadi empat yaitu:
1)      Mengandung bahan yang mudah menguap. Bila limbah mengandung bahan yang mudah menguap, harus ada unit aerasi untuk mengeluarkan bahan-bahan yang mudah menguap, atau ditempatkan pada lokasi penampungan dengan luas permukaan besar agar terjadi penguapan.
2)      Mengandung bahan yang mudah membusuk. Limbah cair yang mengandung bahan yang mudah membusuk (degradable) diolah secara bakterologi baik secara aerob maupun anaerob.
3)      Limbah yang mengandung logam berat atau bahan-bahan kimia yang lain, relatif lebih sulit, sebab harus diketahui karakter dari masing-masing polutan.
4)      Mengandung bakteri patogen. Limbah yang mengandung bakteri patogen, harus ada unit untuk membunuh bakteri, misalnya mengunakan kaporit.
Menurut Anonim (2007), Teknik-teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan:
1.    pengolahan secara fisika
2.    pengolahan secara kimia
3.    pengolahan secara biologi
Untuk suatu jenis air buangan tertentu, ketiga metode pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau secara kombinasi.
Pengolahan Secara Fisika
Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan, diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan.  Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.


 



















Gambar 1.  Skema Diagram Pengolahan Fisik

Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses pengolahan berikutnya. Flotasi juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan tersuspensi (clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening) dengan memberikan aliran udara ke atas (air flotation).
Proses filtrasi di dalam pengolahan air buangan, biasanya dilakukan untuk mendahului proses adsorbsi atau proses reverse osmosis-nya, akan dilaksanakan untuk menyisihkan sebanyak mungkin partikel tersuspensi dari dalam air agar tidak mengganggu proses adsorbsi atau menyumbat membran yang dipergunakan dalam proses osmosa.
Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif, dilakukan untuk menyisihkan senyawa aromatik (misalnya: fenol) dan senyawa organik terlarut lainnya, terutama jika diinginkan untuk menggunakan kembali air buangan tersebut.
Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya diaplikasikan untuk unit-unit pengolahan kecil, terutama jika pengolahan ditujukan untuk menggunakan kembali air yang diolah. Biaya instalasi dan operasinya sangat mahal.

Pengolahan Secara Kimia
Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan.  Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi. 
Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah larut dilakukan dengan membubuhkan elektrolit yang mempunyai muatan yang berlawanan dengan muatan koloidnya agar terjadi netralisasi muatan koloid tersebut, sehingga akhirnya dapat diendapkan. Penyisihan logam berat dan senyawa fosfor dilakukan dengan membubuhkan larutan alkali (air kapur misalnya) sehingga terbentuk endapan hidroksida logam-logam tersebut atau endapan hidroksiapatit.  Endapan logam tersebut akan lebih stabil jika pH air > 10,5 dan untuk hidroksiapatit pada pH > 9,5.  Khusus untuk krom heksavalen, sebelum diendapkan sebagai krom hidroksida [Cr(OH)3], terlebih dahulu direduksi menjadi krom trivalent dengan membubuhkan reduktor (FeSO4, SO2, atau Na2S2O5).
Penyisihan bahan-bahan organik beracun seperti fenol dan sianida pada konsentrasi rendah dapat dilakukan dengan mengoksidasinya dengan klor (Cl2), kalsium permanganat, aerasi, ozon hidrogen peroksida. Pada dasarnya kita dapat memperoleh efisiensi tinggi dengan pengolahan secara kimia, akan tetapi biaya pengolahan menjadi mahal karena memerlukan bahan kimia.


 















Gambar 2.  Skema Diagram pengolahan Kimiawi
Pengolahan secara biologi
Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya.
Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:
1.    Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reaktor);
2.    Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reaktor).
Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi.  Proses lumpur aktif yang banyak dikenal berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikitSelain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam).  Proses kontak-stabilisasi dapat pula menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses absorbsi di dalam tangki kontak sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD tersuspensi dengan pengolahan pendahuluan.
Kolam oksidasi dan lagoon, baik yang diaerasi maupun yang tidak, juga termasuk dalam jenis reaktor pertumbuhan tersuspensi. Untuk iklim tropis seperti Indonesia, waktu detensi hidrolis selama 12-18 hari di dalam kolam oksidasi maupun dalam lagoon yang tidak diaerasi, cukup untuk mencapai kualitas efluen yang dapat memenuhi standar yang ditetapkan.  Di dalam lagoon yang diaerasi cukup dengan waktu detensi 3-5 hari saja.
Di dalam reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh di atas media pendukung dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya. Berbagai modifikasi telah banyak dikembangkan selama ini, antara lain:
1.    trickling filter
2.    cakram biologi
3.    filter terendam
4.    reaktor fludisasi
Seluruh modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi penurunan BOD sekitar 80%-90%.
Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses penguraian secara biologi, proses ini dapat dibedakan menjadi dua jenis:
1.        Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya oksigen;
2.        Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya oksigen.
Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat dianggap lebih ekonomis dari anaerob.  Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses anaerob menjadi lebih ekonomis.


 













 
Gambar 3.  Skema Diagram pengolahan Biologi
 II.        PEMBAHASAN
Limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu adalah cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut air dadih. Cairan ini mengandung kadar protein yang tinggi dan dapat segera terurai. Limbah cair ini sering dibuang secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu sehingga menghasilkan bau busuk dan mencemari sungai. Sumber limbah cair lainnya berasal dari pencucian kedelai, pencucian peralatan proses, pencucian lantai dan pemasakan serta larutan bekas rendaman kedelai. Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuat tahu kira-kira 15-20 l/kg bahan baku kedelai, sedangkan bahan pencemarnya kira-kira untuk TSS sebesar 30 kg/kg bahan baku kedelai, BOD 65 g/kg bahan baku kedelai dan COD 130 g/kg bahan baku kedelai (EMDI & BAPEDAL, 1994).
Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan berasal dari lokasi pemasakan kedelai, pencucian kedelai, peralatan proses dan lantai. Karakter limbah cair yang dihasilkan berupa bahan organik padatan tersuspensi (kulit, selaput lendir dan bahan organik lain) (Darmono, 2001). Limbah cair dari proses pengolahan tahu harus diolah supaya limbah tersebut tidak mengganggu lingkungan sekitar.
Berdasarkan sifat limbah cair, proses pengolahan limbah cair dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:
1.      Proses fisika
Proses ini dilakukan secara mekanik tanpa penambahan bahan-bahan kimia. Proses ini meliputi: penyaringan, pengendapan, dan pengapungan.
2.      Proses kimia
Proses ini menggunakan bahan kimia untuk menghilangkan bahan pencemar.
3.      Proses biologi.
Menghilangkan polutan menggunakan kerja mikroorganisme.
Secara umum, proses fisika pada pengolahan limbah cair tahu tersebut dijabarkan sebagai berikut:

a.       Penyaringan
Proses penyaringan ini adalah menyaring limbah-limbah yang kasar seperti plastik, sendok atau peralatan pembuatan tahu lainnya yang ikut bersama limbah ketempat pembuangan limbah. Selain itu, limbah hasil pengolahan juga disaring seperti kulit kedelai, selaput lendir dan bahan organi lainnya.  Penyaringan ini biasanya menggunakan sistem kolam. Limbah cair primer yang masih mengandung banyak benda-benda keras ditampung dibak penampung atau kolam. Limbah cair dari kolam penampungan ini dialirkan ke kolam pengendapan. Antara kolam penampungan dengan pengendapan diletakkan penyaring sehingga benda-benda keras tersebut tertahan. Proses penyaringan harus sering dikontrol supaya benda-benda keras tersebut tidak menutupi saringan. Tertutupnya saringan akan menghambat proses penyaringan.
b.      Pengendapan
Limbah cair dari kolam penampungan di endapkan dikolam pengendapan. Waktu pengendapan ini disesuaikan dengan banyaknya limbah yang diolah. Pengendapan ini bertujuan untuk memisahkan limbah berdasarkan massa jenisnya. Pada kolam pengendapan ini limbah padatan yang massa jenisnya berat akan terpisah dengan limbah cairan. Hasil dari pengendapan yaitu endapan dan cairan. Endapan akan digunakan untuk pupuk kompos. Cairannya akan diproses ketahap pengapungan.
c.       Pengapungan
Limbah cair dari kolam pengendapan selanjutnya akan mengalami proses pengapungan. Pengapungan ini bertujuan untuk memisahkan limbah yang masa jenisnya lebih kecil dari massa jenis air. Cairan yang susah terpisah dengan limbah ringan akan di proses secara kimia dan biologi.
Pengolahan secara fisik diatas belum menghasilkan limbah yang ramah lingkungan melainkan ada proses lain yang menyertainya yaitu proses kimia dan biologi. Ketiga proses pengolahan tersebut bisa dikombinasikan. Secara umum, Proses pengolahan limbah cair berdasarkan tingkatan perlakuannya dapat digolongkan menjadi 5 golongan. Akan tetapi dalam suatu instalasi pengolahan limbah, tidak harus ke lima tingkatan ini ada atau dipergunakan.
1.      Pengolahan pendahuluan
Pengolahan pendahuluan (pre treatment), dilakukan apabila di dalam limbah cair terdapat banyak padatan terapung atau melayang, misalnya berupa ranting, kertas, dan pasir. Dapat digunakan saringan kasar, bak penangkap lemak, bak pengendap pendahuluan (misalnya untuk menangkap pasir), dan septic tank.
2. Pengolahan tahap pertama
Pengolahan tahap pertama (primary treatment), untuk memisahkan bahan-bahan padat tercampur (ukuran cukup kecil). Netralisasi termasuk juga dalam tahap pengolahan tahap pertama. Dapat dilakukan cecara kimia ( netralisasi, koagulasi), dan fisika (sedimentasi, flotasi atau pengapungan).
3. Pengolahan tahap kedua
Pengolahan tahap kedua (secondary treatment), pengolahan ini biasanya melibatkan proses biologi antara lain: lumpur aktif, bak aerob, dan bak anaerob.
4. Pengolahan tahap ke tiga
Pengolahan tahap ketiga (tertiary treatment) digunakan apabila ada beberapa zat yang membahayakan. Pengolahan tahap ke tiga merupakan bentuk pengolahan khusus sesuai dengan polutan yang akan dihilangkan, misalnya: pengurangan besi dan mangan. Contoh lain misalnya penggunaan karbon aktif, menghilangkan amoniak.
5. Pengolahan tahap keempat
Pembunuhan kuman (desinfection) adalah pengolahan tahap keempat, dilakukan apabila limbah cair mengandung bakteri patogen. Bahan yang sering digunakan adalah:
a) Gas klor
b) Garam natrium hipoklorida
c) Kaporit
Pengolahan limbah cair secara biologi pada dasarnya menggunakan kerja mikroorganisme untuk menguraikan limbah menjadi bahan-bahan yang sederhana. Pengolahan limbah cecara biologi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu: anaerob dan aerob.

1) Secara anaerob
Pengolahan limbah cair secara anaerob berarti yang bekerja atau yang hidup adalah bakteri anaerob yang tidak memerlukan oksigen bebas. Bakteri ini dapat bekerja dengan baik pada suhu yang semakin tinggi sampai 40 derajat celcius, pada pH sekitar 7. Bakteri ini juga akan bekerja dengan baik pada keadaan yang gelap dan tertutup.
2) Secara aerob
Pengolahan limbah secara aerob berarti yang dipergunakan adalah bakteri aerob yang memerlukan oksigen bebas. Bakteri ini akan bekerja dengan baik pada pH sekitar 7 dengan suhu yang semakin tinggi sampai pada 40 derajat celcius. Oleh karena itu dalam pengolahan limbah secara aerob harus dimasukkan oksigen dari udara secara kontinyu (Sugiarto, 1987)
Tolak ukur untuk mengolah limbah Biological Oxygen Demand (BOD, kebutuhan oksigen untuk proses biologi).  Pentingnya jumlah oksigen yang berada dalam air, menyebabkan perlunya disediakan ukuran kebutuhan oksigen yang diperlukan oleh bakteri untuk merombak limbah. BOD adalah “jumlah oksigen dalam ppm yang diperlukan selama proses stabilisasi dari pemecahan bahan organik oleh bakteri aerob”. Walaupun ada yang tidak setuju namun ada yang memberi kepanjangan BOD sebagai Biochemical Oxygen Demand, dengan pengertian banyaknya oksigen yang diperlukan untuk proses biokimia.
BOD secara lengkap ditulis dengan BOD 5 hari 20oC, ini menyatakan banyaknya oksigen bebas yang diperlukan oleh bakteri aerob selama 5 hari dengan kondisi suhu 20oC. Banyaknya oksigen yang diperlukan untuk proses stabilisasi untuk waktu yang berbeda, pasti akan berbeda, demikian juga untuk suhu yang berbeda, juga berbeda. Karena cukup merepotkan untuk menulis BOD 5 hari 20 0C maka disetujui bersama dengan memberi simbol BOD. Apabila BOD diartikan pada waktu dan suhu yang berbeda maka harus disebutkan secara jelas, misalnya BOD 3 hari 20oC
Faktor-faktor yang mempengaruhi BOD adalah:
1) jenis limbah
2) suhu air
3) derajat keasaman (pH)
4) kondisi air secara keseluruhan
Jenis limbah akan menentukan besar kecilnya BOD, apakah limbah tersebut mudah membusuk atau tidak. Semakin mudah terjadi pembusukan / perombakan, maka BOD akan semakin besar. Proses dekomposisi sangat dipengaruhi oleh suhu air. Sebagai gambaran bahwa daging yang diletakkan dalam suhu 0oC sulit terdekomposisi, karena aktivitas mikroorganisme sangat rendah. Aktivitas mikroorganisme semakin tinggi pada suhu yang semakin meningkat (sampai  60oC). Derajat keasaman pH air akan sangat menentukan aktivitas mikroorganisme, pada pH antara 6,5 – 8,3 aktivitas mikroorganisme sangat baik. Pada pH yang sangat kecil atau sangat besar, mikroorganisme tidak aktif, atau bahkan akan mati.
Selain faktor tersebut yang sudah dijelaskan, aktivitas mikroorganisme ditentukan oleh kondisi air secara keseluruhan. Kondisi air secara keseluruhan yang mendukung berkembang biaknya mikroorganisme akan menyebabkan BOD besar. Mikroorganisme akan sangat terganggu oleh adanya sabun atau bahkan mati bila ada racun misalnya kaporit. Sesuai dengan definisi BOD maka limbah itu semakin jelek apabila BOD semakin tinggi. Sehingga BOD dapat dipergunakan untuk menentukan kepekatan limbah atau baik buruknya limbah. Limbah yang mempunyai BOD tinggi pada dasarnya (tidak selalu) lebih jelek daripada limbah yang mempunyai BOD rendah. BOD itu dapat digunakan sebagai ukuran kualitas limbah cair atau air apabila tidak ada gangguan terhadap aktivitas mikroorganisme.
Bila limbah dibuang ke lingkungan harus dalam kondisi yang baik, sebab proses pengolahan limbah akan terjadi di lingkungan apabila kandungan polutan masih banyak. Sebagai contoh kotoran manusia dimasukkan ke dalam septic tank akan terjadi proses yang sangat efektif dan tidak mengganggu lingkungan, tetapi apabila kotoran manusia dibuang langsung ke perairan, akan sangat mengganggu, baik dari segi estetika, kandungan oksigen, dan lain-lain (Darsono, 2007).

IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1.      Pengolahan limbah cair tahu secara fisik meliputi penyaringan, pengendapan dan pengapungan
2.      Proses penyaringan menghasilkan limbah cair yang terbebas dari kotoran-kotoran kasar seperti plastik dan sisa pengolahan (kulit, lapisan lendir dan ampas kedelai).
3.      Proses pengendapan menghasilkan endapan dan cairan.
4.      Proses pengapungan menghasilkan limbah cairan yang akan diproses secara kimia dan mikrobiologis.
5.      Pengolahan limbah cair tahu secara fisik belum menghasilkan limbah yang ramah lingkungan karena ada kandungan senyawa kimia yang belum terurai.
B.     Saran
Berdarkan pembahasan dan kesimpulan yang diperoleh, disarankan untuk mengolah limbah cair tahu secara kimia dan biologi agar hasil olahan limbah yang diperoleh ramah lingkungan dan dapat dimanfaatkan kembali. Selain itu, proses pengolahan dan modern juga perlu diterapkan.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2007. Pengolahan Limbah Cair. (online). (Http://www.google.com, diakses 01 Juni 2010).

Anonimus, 2000. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Anonim, 2010. Pengolahan Limbah tapioca menjadi Biogas (Eneergi Alternatuf) Melalui Oenerapan Teknologi Bioproses. (Online). (Http://www.pengolahanlimbahtapioka.com, diakses 02 Juni 2010).

Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran : Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. UI Press, Jakarta.

Darsono, V. 2007. Pengolahan Limbah Cair Tahu Secara Anaerob Dan Aerob. Jurnal Teknologi Industri Vol. XI No.1 Januari 2007: 9-20.

EMDI dan BAPEDAL. 1994. Limbah Cair Berbagai Industri Di Indonesia: Sumber, pengendalian dan baku Mutu. Project of the Ministry for the Environment, Republic of Indonesia and Dalhousie University, Canada.

Ginting, P. 1992. Mencegah dan Mengendalikan Pencemaran Industri. Muliasari. Jakarta.

Rachmawan, O. 2001. Dasar Pengolahan Limbah Secara Fisik. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. UI-Press, Jakarta.


Santi, D. N. 2004. Pengelolaan Limbah Cair Pada Industri Penyamakan Kulit  Industri Pulp Dan Kertas Industri Kelapa Sawit.  Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat . Universitas Sumatera Utara.

Wikipedia. 2010. Limbah. (Online). (Http://www.mediawiki.com, diakses 02 Juni 2010).


Senin, 08 November 2010

kemasan plastik

1.      Mengapa kemasan seperti jenis LDPE (Low Desity Polyethilene), HDPE (High Density Polyethilene), PVC (Polyvinylcholride) dan PP (Polypropylene) dibuat dan digunakan?
Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan dibanding bahan pengemas lain karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat, termoplatis dan selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air, O2, CO2. Sifat permeabilitas plastik terhadap uap air dan udara menyebabkan plastik mampu berperan memodifikasi ruang kemas selama penyimpanan (Winarno, 1987). Ryall dan Lipton (1972) menambahkan bahwa plastik juga merupakan jenis kemasan yang dapat menarik selera konsumen.
A.    POLYETHYLEN
Polietilen merupakan film yang lunak, transparan dan fleksibel, mempunyai kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik. Dengan pemanasan akan menjadi lunak dan mencair pada suhu 110OC. Berdasarkan sifat permeabilitasnya yang rendah serta sifat-sifat mekaniknya yang baik, polietilen mempunyai ketebalan 0.001 sampai 0.01 inchi, yang banyak digunakan sebagai pengemas makanan, karena sifatnya yang thermoplastik, polietilen mudah dibuat kantung dengan derajat kerapatan yang baik (Sacharow dan Griffin, 1970). Konversi etilen menjadi polietilen (PE) secara komersial semula dilakukan dengan tekanan tinggi, namun ditemukan cara tanpa tekanan tinggi.
Polietilen dibuat dengan proses polimerisasi adisi dari gas etilen yang diperoleh dari hasil samping dari industri minyak dan batubara. Proses polimerisasi yang dilakukan ada dua macam, yakni pertama dengan polimerisasi yang dijalankan dalam bejana bertekanan tinggi (1000-3000 atm) menghasilkan molekul makro dengan banyak percabangan yakni campuran dari rantai lurus dan bercabang. Cara kedua, polimerisasi dalam bejana bertekanan rendah (10-40 atm) menghasilkan molekul makro berantai lurus dan tersusun paralel.
B.     LOW DENSITY POLYETHYLEN (LDPE)
Sifat mekanis jenis plastik LDPE adalah kuat, agak tembus cahaya, fleksibel dan permukaan agak berlemak. Pada suhu di bawah 60OC sangat resisten terhadap senyawa kimia, daya proteksi terhadap uap air tergolong baik, akan tetapi kurang baik bagi gas-gas yang lain seperti oksigen, sedangkan jenis plastik HDPE mempunyai sifat lebih kaku, lebih keras, kurang tembus cahaya dan kurang terasa berlemak.
C. HIGH DENSITY POLYETHYLEN (HDPE).
Pada polietilen jenis low density terdapat sedikit cabang pada rantai antara molekulnya yang menyebabkan plastik ini memiliki densitas yang rendah, sedangkan high density mempunyai jumlah rantai cabang yang lebih sedikit dibanding jenis low density. Dengan demikian, high density memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras, buram dan lebih tahan terhadap suhu tinggi. Ikatan hidrogen antar molekul juga berperan dalam menentukan titik leleh plastik (Harper, 1975).
D. POLYPROPILENA
Polipropilen sangat mirip dengan polietilen dan sifat-sifat penggunaannya juga serupa (Brody, 1972). Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap (Winarno dan Jenie, 1983). Monomer polypropilen diperoleh dengan pemecahan secara thermal naphtha (distalasi minyak kasar) etilen, propylene dan homologues yang lebih tinggi dipisahkan dengan distilasi pada temperatur rendah. Dengan menggunakan katalis Natta- Ziegler polypropilen dapat diperoleh dari propilen (Birley, et al., 1988)