Laman

Senin, 07 Maret 2011

PRAKTIKUM TEKNIK LINGKUNGAN "pH" by Misnani, 2010



I.     PENGERTIAN
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Ia didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. Koefisien aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga nilainya didasarkan pada perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah skala absolut. Ia bersifat relatif terhadap sekumpulan larutan standar yang pH-nya ditentukan berdasarkan persetujuan internasional (Anonim, 2010)
selain definisi diatas, pH didefinisikan sebagai minus logaritma dari aktivitas ion hidrogen dalam larutan berpelarut air. pH merupakan kuantitas tak berdimensi.
dengan aH adalah aktivitas ion hidrogen. Alasan penggunaan definisi ini adalah bahwa aH dapat diukur secara eksperimental menggunakan elektroda ion selektif yang merespon terhadap aktivitas ion hidrogen ion.
Konsep pH pertama kali diperkenalkan oleh kimiawan Denmark Søren Peder Lauritz Sørensen pada tahun 1909. Tidaklah diketahui dengan pasti makna singkatan "p" pada "pH". Beberapa rujukan mengisyaratkan bahwa p berasal dari singkatan untuk powerp (pangkat), yang lainnya merujuk kata bahasa Jerman Potenz (yang juga berarti pangkat), dan ada pula yang merujuk pada kata potential. Jens Norby mempublikasikan sebuah karya ilmiah pada tahun 2000 yang berargumen bahwa p adalah sebuah tetapan yang berarti "logaritma negatif".
Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH sekitar 6,5 – 7,5. Air akan bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH. Bila pH di bawah pH normal, maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH di atas pH normal bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan industri akan mengubah pH air yang akhirnya akan mengganggu kehidupan biota akuatik (Warlina, 2004). Larutan dengan pH kurang daripada tujuh disebut bersifat asam, dan larutan dengan pH lebih daripada tujuh dikatakan bersifat basa atau alkali. Pengukuran pH sangatlah penting dalam bidang yang terkait dengan kehidupan atau industri pengolahan kimia seperti kimia, biologi, kedokteran, pertanian, ilmu pangan, rekayasa (keteknikan), dan oseanografi. Tentu saja bidang-bidang sains dan teknologi lainnya juga memakai meskipun dalam frekuensi yang lebih rendah (Anonim, 2010).

II.  ALAT YANG DIGUNAKAN
Alat yang umumnya digunakan untuk mengukur pH adalah elektroda gelas. Prinsip menggunakan elektroda gelas yaitu dengan mengukur perbedaan potensial E antara elektroda yang sensitif dengan aktivitas ion hidrogen dengan elektroda referensi. Perbedaan energi pada elektroda gelas ini idealnya mengikuti persamaan Nernst:
dengan E adalah potensial terukur, E0 potensial elektroda standar, R tetapan gas, T temperatur dalam kelvin, F tetapan Faraday, dan n adalah jumlah elektron yang ditransfer. Potensial elektroda E berbanding lurus dengan logartima aktivitas ion hidrogen. Umumnya indikator sederhana yang digunakan adalah kertas lakmus yang berubah menjadi merah bila keasamannya tinggi dan biru bila keasamannya rendah. Selain menggunakan kertas lakmus, indikator asam basa dapat diukur dengan pH meter yang bekerja berdasarkan prinsip elektrolit / konduktivitas suatu larutan (Anonim, 2010).
Selain elektroda gelas , pH bisa ditentukan dengan menggunakan pH meter. pH meter (pH elektroda) adalah suatu instrumen elektronik yang digunakan untuk pengukuran pH (kadar keasaman) suatu larutan ( meskipun bisa juga digunakan untuk pengukuran pH unsur semi-solid).Kadar keasaman suatu larutan dikatakan netral apabila bernilai 7. Selain pH meter, alat lain yang digunakan untuk mengukur kadar pH antara lain fenolptali dan pH strip. Sejarah dalam mengukur kadar keasaman cairan secara elektris dimulai pada tahun 1906 ketika Max Cremer di dalam studinya tentang hubungan cairan (interaksi antara zat cair dan zat padat) dan ditemukan ternyata hubungan antara cairan bisa  dipelajari dengan bertiupnya suatu gelembung dari kaca tipis satu cairan yang di tempatkan di dalam dan di luar. Itu membuat suatu tegangan elektrik yang bisa diukur. Gagasan ini telah diambil lebih lanjut oleh Fritz Haber (yang menemukan sintese amoniak dan tiruan fertiliser) dan Zygmunt Klemsiewicz yang menemukan bahwa bohlam/gelembung kaca (yang ia namakan elektrode kaca) bisa digunakan untuk mengukur aktivitas ion hidrogen yang diikuti suatu fungsi logaritmis.
Kemudian ahli biokimia Denmark Soren Sorensen menemukan skala pH pada tahun 1909. Karena kepekaan di dalam dinding gelas sangat tinggi, berkisar antara 10 sampai 100 Mega-Ohm, voltase elektrode kaca tidak bisa diukur dengan teliti sampai tabung elektron telah ditemukan. Kemudiannya, penemuan transistor efek  medan (field-effect transistors FETs) dan integrated sirkit ( ICs) dengan meringankan temperatur, membuatnya mungkin untuk mengukur voltase elektrode kaca itu dengan teliti. Voltase yang diproduksi oleh satu pH unit (misalnya saja dari pH=7.00 - 8.00) secara khas sekitar 60 mV ( mili volt). Kini Ph Meter yang terdiri atas mikro prosesor yang diperlukan untuk koreksi temperatur dan kalibrasi. Meskipun demikian, pH meter modern masih mempunyai kekurangan, yaitu perubahan yang lambat, yang merupakan masalah penting dalam menentukan skala yang valid (Haqiqi, 2004).

III.              Prinsip Kerja Alat
A.    Cara kerja pH meter
Gambar 1. pH meter
Add caption
Gambar diatas merupakan Suatu pH meter sederhana terdiri dari alat pendeteksi yang dibenamkan dalam larutan yang bersifat alkali. Dan  dua tombol digunakan untuk mengkalibrasi alat. Rangkaian instrumen pH meter pada dasarnya tidak lebih daripada suatu voltmeter yang ditampilkan dalam satuan pH unit sebagai ganti satuan volt. Impedensi masukan pada indikator meter harus sangat tinggi karena ketahananya tinggi pula (kira-kira 20 sampai 1000 M ) daripada alat pendeteksi elektrode kaca secara khusus digunakan dalam pH meter.
Rangkaian sirkit suatu pH meter sederhana pada umumnya terdiri dari penguat operasional (Amplifier) yang di dalamya dapat membalikkan bentuk wujud dari satuan volt ke satuan pH, dengan perolehan total voltase sekitar - 17.  Amplifier Pembalikan mengkonversi voltase yang kecil yang diproduksi oleh alat pendeteksi (- 0.059 volt/pH di dalam larutan netral, + 0.059 volt/pH di dalam larutan asam) ke dalam pH unit, yang kemudian akan diterjemahkan setiap 7 volt ke dalam skala pH.
Contoh perhitungan menggunakan pH meter antaralain:
1.      pH netral ( pH 7) voltase yang di keluaran oleh alat pendeteksi adalah 0 volt. maka perhitunganya 0* 17+ 7= 7. 
2.      pH bersifat alkali, voltase yang di keluarkan oleh alat pendeteksi terbentang sekitar > 0 untuk + 0.41 volt ( 7* 0.059= 0.41). Maka untuk suatu contoh pH 10 ( 3 unit pH dari netral), maka perhitunganya adalah 3* 0.059= 0.18 volt, jadi tegangan listrik yang dikeluarkan oleh amplifier meter adalah 0.18* 17+ 7= 10.
3.      pH asam, voltase yang di keluaran oleh alat pendeteksi diantara - 0.7  volt< 0. Maka untuk suatu contoh pH 4 ( juga 3 pH unit dari netral, tapi lebih  rendah), maka perhitunganya adalah 3* + 0.059 = + 0.18 volt, jadi tegangan listrik yang dikeluarkan oleh amplifier meter adalah - 0.18* 17+ 7= 4.  
B.     Kalibrasi dan penggunaan pH meter
Kalibrasi harus dilakukan paling sedikit dengan dua orang, tetapi lebih baik  dilakukan oleh tiga orang atau lebih dan biasanya larutan yang digunakan adalah  larutan standard, meskipun saat ini instrumen modern dapat tetap menjaga kalibrasi  hingaa suatu bulan. Salah satu dari larutan penyangga mempunyai pH 7.01 (mendekati pH netral) dan larutan penyangga yang kedua dipilih untuk menyamakan pH itu yang mencakup di mana pengukuran itu diambil (Haqiqi, 2004). Umumnya pH 10.01 untuk larutan standard dan pH 4.01 untuk larutan asam ( Haruslah dicatat bahwa pH larutan kalibrasi hanya sah pada suhu 25°C). Perolehan hasil yang ditunjukkan pada meter disesuaikan berulang-kali sebagai pemeriksaan secara berurutan dan ditempatkan pada dua kalibrasi yang baku sampai pembacaan akurat diperoleh pada kedua larutan.  Pada instrumen modern sudah dengan sendirinya mengotomatiskan proses ini dan hanya memerlukan sekali saja pada setiap larutan, atau paling tidak dua kali.
C.    Jenis-jenis pH meter.
pH meter terbentang dari alat seperti pena murah dan sederhana sampai ke instrumen laboratorium yang mahal dan kompleks dengan komputer yang dihubungkan dengan beberapa masukan untuk indikator; ( ion-sensitive, redox), electroda acuan, dan sensor temperatur seperti thermoresistors atau thermocouples. Model lebih murah kadang-kadang memerlukan pengukuran temperatur karena pada model ini pengukuran pH dipengaruhi oleh suhu, Meter untuk Pemeriksaan khusus juga tersedia. Saat ini pH meter saku sudah tersedia dengan harga beberapa sepuluh dolar saja yang secara otomatis dapat mengganti kerugian untuk mengukur temperature (Haqiqi, 2004).
D.    Pemeliharaan pH Meter
pH meter harus dirawat secara berkala untuk menjaga umur pakai dari alat tersebut. Menurut  Cahya (2009), Pemeliharaannya meliputi :
1.      Penggantian batere dilakukan jika pada layer muncul tulisan low battery
2.      Pembersihan elektroda bisa dilakukan berkala setiap minimal 1 minggu sekali. Pembersihannya menggunakan larutan HCl 0.1 N (encer) dengan cara direndam selama 30 menit kemudian dibersihkan dengan air DI.
3.      Ketika tidak dipakai, elektroda utama bagian gelembung gelasnya harus selalu berada pada keadaan lembab. Oleh karena itu, penyimpanan elektroda disarankan selalu direndam dengan menggunakan air DA. Penyimpanan pada posisi kering akan menyebabkan membran gelas yang terdapat pada gelembung elektroda akan mudah rusak dan pembacaannya tidak akurat.
4.      Ketika disimpan, pH meter tidak boleh berada pada suhu ruangan yang panas karena akan menyebabkan sensor suhu pada alat cepat rusak.
IV.    KESIMPULAN
Berdasarkan literature diatas dapat disimpulkan bahwa :
1.      pH didefinisikan sebagai minus logaritma dari aktivitas ion hidrogen dalam larutan berpelarut air.
2.      Alat yang umumnya digunakan untuk mengukur pH adalah elektroda gelas dan pH meter. Selain itu, digunakan juga fenolptali dan pH strip.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010. pH. (Online). (Http://www.wikipedia.com, diakses 8 November 2010).

Cahya, A. N. 2009. Prinsip Kerja pH Meter. (Online). (Http://cahya-teknologikita.blogspot.com/2009/12/prinsip-kerja-ph-meter.html, diakses 08 November 2010).

Haqiqi, S. H. 2008. pH Meter Elektroda. Universitas Brawijaya. Malang.

Warlina, L. 2004. Pencemaran Air: Sumber, dampak dan Penanggulangannya. IPB. Bogor.

PRAKTIKUM TEKNIK LINGKUNGAN "TOTAL PADATAN TERLARUT"


TUGAS
PRAKTIKUM TEKNIK LINGKUNGAN
TOTAL PADATAN TERLARUT

UNSRI-2






OLEH :
MISNANI
(05071007020)


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2010
I.     PENGERTIAN
TDS (Total Dissolve Solid) yaitu ukuran zat terlarut (baik itu zat organic maupun anorganic, mis : garam, dll) yang terdapat pada sebuah larutan. TDS meter menggambarkan jumlah zat terlarut dalam Part Per Million (PPM) atau sama dengan milligram per Liter (mg/L). Umumnya berdasarkan definisi diatas seharusnya zat yang terlarut dalam air (larutan) harus dapat melewati saringan yang berdiameter 2 micrometer (2×10-6 meter). Aplikasi yang umum digunakan adalah untuk mengukur kualitas cairan biasanya untuk pengairan, pemeliharaan aquarium, kolam renang, proses kimia, pembuatan air mineral, dll. Setidaknya, kita dapat mengetahui air minum mana yang baik dikonsumsi tubuh, ataupun air murni untuk keperluan kimia (misalnya pembuatan kosmetika, obat-obatan, makanan, dll) (Insan, 2007).
Zat padat tersuspensi (Total Suspended Solid) adalah semua zat padat (pasir, lumpur, dan tanah liat) atau  partikel-partikel yang tersuspensi dalam air dan dapat berupa komponen hidup (biotik) seperti fitoplankton, zooplankton, bakteri, fungi, ataupun komponen mati (abiotik) seperti detritus dan partikel-partikel anorganik. Zat padat tersuspensi merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang heterogen, dan berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan (Tarigan et al, 2003).
Total padatan terlarut merupakan bahan-bahan terlarut dalam air yang tidak tersaring dengan kertas saring millipore dengan ukuran pori 0,45 μm. Padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang terlarut dalam air, mineral dan garam-garamnya. Penyebab utama terjadinya TDS adalah bahan anorganik berupa ion-ion yang umum dijumpai di perairan. Sebagai contoh air buangan sering mengandung molekul sabun, deterjen dan surfaktan yang larut air, misalnya pada air buangan rumah tangga dan industri pencucian (Anonim, 2010).
Total padatan terlarut (Total Dissolved Solid) adalah bahan-bahan terlarut (diameter < 10 -6 mm) dan koloid (diameter < 10 -6 mm - < 10 -3 mm) yang berupa senyawa kimia dan bahan-bahan lain yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45 µm (Vanho, 2010).
II.  METODE YANG DIGUNAKAN
Metode yang digunakan untuk menentukan Total Padatan terlarut adalah  GPS (Geographic Positioning System). Prinsipnya adalah Sampel air disaring dan filtratnya diuapkan di atas penangas air dalam pingan yang telah diketahui beratnya. Setelah kisat lalu dipanaskan dalam oven 103-105oC, kemudian ditimbang sampai konstan.  Air yang kadar mineralnya tinggi (Ca2+, Mg2+, Cl- dan  SO42-) dapat bersifat higroskopi  memerlukan pemanasan yang lama, pendinginan dalam eksikator yang baik, dan penimbangan yang cepat (Safitri, 2007).
Sampai saat ini ada dua metoda yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas suatu larutan. Ada pun dua metoda pengukuran TDS (Total Dissolve Solid) tersebut adalah :
1.      Gravimetry
2.      Electrical Conductivity
III.              Cara Kerja
Pengukuran Total Padatan Terlarut ada 2 metode, penjabarannya adalah sebagai berikut:
A.    GRAVIMETRI
            Gravimetri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif suatu zat atau komponen yang telah diketahui dengan cara mengukur berat komponen dalam keadaan murni setelah melalui proses pemisahan. Analisis gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsure atau senyawa tertentu. Bagian terbesar dari penetuan secara analisis gravimetri meliputi transformasi unsure atau radikal kesenyawa murni stabil yang dapat segera diubah menjadi bentuk yang dapat ditimbang dengan teliti. Metode gravimetric memakan waktu yang cukup lama, adanya pengotor pada konstituen dapat diuji dan bila perlu factor-faktor koreksi dapat digunakan (Khopkar,1990).
            Zat ini mempunyai ion yang sejenis dengan endapan primernya. Postpresipitasi dan kopresipitasi merupakan dua penomena yang berbeda. Sebagai contoh pada postpresipitasi , semakin lama waktunya maka kontaminasi bertambah, sedangkan pada kopresipitasisebaliknya. Kontaminasi bertambah akibat pengadukan larutan hanya pada postpresipitasi tetapi tidak pada kopresipitasi (Khopkar, 1990). Titrasi kompleksometri merupakan titrasi yang berdasarkan atas pembentukan persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion), misalnya
Ag+ + 2CN- Ag(CN)2-
Disamping titrasi kompleks biasa seperti diatas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA.
1.  Proses pengendapan klor dengan larutan AgNO3 0,1 N:
a.          Ditimbang dengan teliti 0,120 gram padatan klorida
b.         Dimasukkan ke dalam beker gelas 200 ml,dan dilarutkan ke dalam 100 ml akuades, diaduk.
c.          Ditambahkan setetes demi setetes AgNO3 0,1 N (lewat buret, sambil mengaduk) sampai larutan AgNO3 tidak menghasilkan endapan.
d.         Dipanaskan larutan sambil mengaduk ±5 menit.
e.          Didiamkan pada suhu tersebut selama 2–3 menit sampai terjadi pemisahan endapan dan larutan jernih.
f.          Ditambahkan 2–3 tetes AgNO3 0,1 N, diperhatikan bila tidak terjadi endapan lagi.
g.         Disimpan ditempat yang gelap selama 20 menit.
2.  Proses Isolasi dan pengeringan endapan
a.       Digoyang krus porselin dalam oven 135º – 150º C selama 5 menit
b.      Didinginkan dalam eksikator ± 15 menit.
c.       Ditimbang berat krus porselin.
d.      Disaring endapan dengan kertas saring.
e.       Dicuci endapan dengan 10 ml HNO3 0,04 N sebanyak 3 kali sampai bebas AgNO3 (cek dengan HCl 0,1 N).
f.       Dimasukkan endapan yang diperoleh ke dalam krus yang telah diketahui beratnya.
g.      Dipanaskan krus porselin selama 15 menit didalam oven.
h.      Didinginkan dalam eksikator ± 20 menit, kemudian ditimbang beratnya.
3.  Penentuan Kadar Air Kristal
a.       Dibersihkan krus dan dipanaskan ± 5 menit dalam oven.
b.      Didinginkan dalam eksikator 20 menit, kemudian ditimbang
b.      3 Dilakukan 4 dan 5 sekali lagi.
c.       Ditentukan kadar air (%) dan jumlah mol air (selisih penimbanganmaksimum – 0,0002 gram).
B.     ELECTRICAL CONDUCTIVITY
EC (Electrical Conductivity) atau konduktansi adalah ukuran kemampuan suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik. Konduktansi (G) merupakan kebalikan (invers) dari resistansi (R). Sehingga persamaan matematisnya adalah
G = 1 / R
Note : Pada literatur lainnya, simbol untuk konduktansi adalah σ, γ atau κ.
Sehingga dengan menggunakan Hukum Ohm, maka didapatkan definisi lainnya :
V = I x R
I = G x E
Secara definisi diatas : jika dua plat yang diletakkan dalam suatu larutan diberi beda potensial listrik (normalnya berbentuk sinusioda), maka pada plat tersebut akan mengalir arus listrik. Konduktansi suatu larutan akan sebanding dengan konsentrasi ion-ion dalam larutan tersebut. Namun pada beberapa situasi hal ini tidak berlaku, seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini :
Gambar 1. Grafik
Terlihat pada grafik diatas bahwa pada Sodium Chlorida, konduktansi sebanding dengan konsentrasi ion-ion (semakin besar konsentrasi ion-ion pada Sodium Chlorida semakin besar pula nilai konduktansinya). Namun pada Sulfuric Acid, konduktansi akan linear terhadap perubahan konsentrasi ion hanya pada batas tertentu. Untuk konsentrasi ion yang lebih tinggi lagi, maka konduktansi menjadi tidak linear.
Satuan dasar untuk konduktansi adalah Siemens (S), dan formalnya menggunakan satuan Mho (kebalikan dari Ohm). Karena luas penampang plat dan jarak antar plat juga mempengaruhi konduktansi, maka secara matematis ditulis dengan :
C = G x ( L / A )
Dimana :
C : Konduktansi spesifik (S)
G : Konduktansi yang terukur (S)
L : Jarak antar plat (cm)
A : Luas penampang plat (cm2)
cond-intro-figure-1_167-140.gif
Gambar 2 : Pengaruh luas penampang terhadap konduktansi
Sehingga satuan konduktansi menjadi Siemens/cm (S/cm). Besarnya pengaruh elektroda (L/A) akan mempengaruhi juga range pengukuran. Pada table dibawah ini terlihat bahwa range pengukuran konduktansi berubah ketika pengaruh elektroda (L/A) berubah. Konduktansi dipengaruhi pula oleh temperatur. Dalam sebuah metal, konduktansi menurun dengan naiknya temperatur, namun dalam sebuah semikonduktor, konduktansi akan makin besar dengan makin tingginya temperatur. Untuk ini maka diperlukan kompensasi, yaitu dengan menggunakan rumus :
dimana :
σT1 = Electrical Conductivity pada suhu yang diukur
σT = Electrical Conductivity pada suhu normal (25˚C)
α = Koefisien temperatur larutan
T1 = Suhu pengukuran
T = Suhu normal (25˚C)
IV.    KESIMPULAN
Berdasarkan literature diatas dapat disimpulkan bahwa :
1.      TDS (Total Dissolve Solid) yaitu ukuran zat terlarut (baik itu zat organic maupun anorganic, mis : garam, dll) yang terdapat pada sebuah larutan
2.      Dua metoda pengukuran TDS (Total Dissolve Solid) tersebut adalah Gravimetry dan Electrical Conductivity











DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010. Padatan Terlarut. (Online). (Http://www.blogspot.com, diakses 08 November 2010).

Insan, 2007. TDS Meter. (Online). (Http://insansainsprojects.wordpress.com/tds-meter, diakses 08 November 2010).

Khopkar. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta.

Safitri, A.2007. Analisis Kualitas Air. (Online). (http://www.scribd.com/doc/39480308/Analisis-Kualitas-Air, diakses 08 November 2010).

Tarigan, M.S. dan Edward. 2003. Kandungan Total Zat Padat Tersuspensi (Total Suspended Solid) Di Perairan Raha, Sulawesi Tenggara. MAKARA, SAINS, VOL. 7, NO. 3. LIPI.