LAPORAN TETAP PRAKTIKUM
FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCAPANEN
OLEH :
MISNANI
05071007020
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2009
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Produk holtikultura merupakan produk yang mudah rusak (perisable), sehingga butuh penanganan khusus pada tahapan pasca panen. Penanganan pasca panen buah dan sayuran seperti Indonesia belum mendapat perhatian yang cukup. Hal ini terlihat dari kerusakan-kerusakan pasca panen sebesar 25 % - 28 %. Oleh sebab itu agar produk holtikultura terutama buah-buahan dan sayuran dapat sampai ke tangan konsumen dalam kondisi baik perlu penanganan pasca panen yang benar dan sesuai. Bila pasca panen dilakukan dengan baik, kerusakan-kerusakan yang timbul dapat diperkecil bahkan dihindari, sehingga kerugian di tingkat konsumen dapat ditekan.
Sebutan holtikura meliputi tanaman sayur-sayuran, buah-buahan, dan bungabungaan. Khusus untuk buah dan sayur sangat dibutuhkan oleh manusia untuk pemenuhan gizi yang seimbang. Pada umumnya buah dan sayur banyak mengandung vitamin dan mineral-mineral tertentu khususnya vitamin A (karotene), serat (dietary fiber), gula dan pemenuhan vitamin C (asam Askorbat) yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh.
Dewasa ini holtikultura banyak diberi perhatian pemerintah untuk digalakkan dan dikembangkan secara luas. Hal ini mengingat tingginya impor produk buah-buahan. Produk buah-buahan dan sayuran tropis di negara ini sebenarnya memiliki pangsa pasar yang cukup besar di dalam negeri dan peluang ekspor yang baik yang memungkinkan sebagai devisa negara non migas (Sukardi, 1992).
Produk pertanian yang berupa holtikultura ini setelah dipanen tetap melakukan proses fisiologis sehingga dapat disebut jaringan yang masih hidup. Adanya aktivitas biologis menyebabkan produk tersebut mengalami perubahan yang tidak dapat dihentikan, hanya dapat diperlambat sampai batas tertentu. Tahap akhir dari perubahan pasca panen adalah kelayuan untuk produk nabati atau pembusukan pada hewani.
Faktor terpenting yang dapat dihambat pada bahan nabati seperti buah-buahan dan sayuran adalah respirasi, produksi etilen, transpirasi dan faktor lain yang juga penting untuk diperhatikan adalah senantiasa menghindari komuditi terhadap suhu atau cahaya berlebihan dan kerusalan patologis atau kerusakan fisik (Anonim, 2008).
Pada umumnya semua produk hortikultura setelah dipanen masih melakukan proses respirasi. Adanya respirasi menyebabkan produk tersebut mengalami perubahan seperti pelayuan dan pembusukan. Respirasi sendiri merupakan perombakan bahan organik yang lebih komplek (pati, asam organik dan lemak) menjadi produk yang lebih sederhana ( karbondioksida dan air) dan energi dengan bantuan oksigen. Aktivitas respirasi penting untuk mempertahankan sel hidup pada produk (Agroindustripangan, 2008).
Aktivitas respirasi dari beberapa jenis buah-buahan tidak sama, ada yang pola respirasinya cepat dan ada yang lambat. Pola ini bergantung pada beberapa hal diantaranya zat yang terkandung dalam buah, kemampuan buah untuk berreaksi dengan udara luar (suhu) ataupun kecepatan bauh tersebut dalam melakukan respirasi. Pada praktikum ini kita akan mencoba untuk mengamati pola respirasi dari berbagai komuditi buah-buahan.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan pola respirasi buah-buahan berdasarkan jumlah CO2 yang diproduksi baik buah klimakterik maupun non klimakterik menggunakan cara titrasi..
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Respirasi
Produk dengan laju respirasi tinggi cenderung cepat mengalami kerusakan. Percepatan respirasi ini juga dipengaruhi oleh keberadaan etilen. Etilen adalah senyawa organik sederhana yang berfungsi sebagai hormon pertumbuhan, perkembangan dan kelayuan. Oleh sebab itu keberadaan etilen perlu ditekan pada saat produk telah mengalami kematangan agar daya simpan produk lebih lama.
Selain etilen yang mempengaruhi laju respirasi buah-buahan adalah pola respirasinya. Pola respirasi produk hortikultura dibagi menjadi 2 yaitu : klimaterik dan non-klimaterik. Produk yang termasuk respirasi klimaterik ditandai dengan produksi karbohidrat meningkat bersamaan dengan buah menjadi masak dan diiringi pula peningkatan produksi etilen. Saat produk mencapai masak fisiologi, respirasinya mencapai klimaterik yang paling tinggi. Respirasi klimaterik dan proses pemasakan dapat berlangsung pada saat buah masih di pohon atau telah dipanen. Pemanenan dapat dilakukan ketika laju respirasi suatu produk sudah mencapai klimaterik. Hal ini karena ketepatan pemanenan sangat mempengaruhi kualitas produk tersebut. Produk yang dipanen terlalu muda pada produk buah-buahan menyebabkan kematangan yang tidak sempurna sehingga kadar asamnya meningkat dan menjadikan buah terasa masam. Untuk pemanenan yang terlalu tua menyebabkan kualitas produk turun pada saat disimpan dan rentan terjadi pembusukan. Produk yang tergolong klimaterik adalah pisang, tomat, pepaya, apel dan mangga. Pola respirasi produk yang tidak menunjukkan karakteristik seperti klimaterik disebut non-klimaterik. Contoh produknya adalah storwbery, jeruk, cabai, dan nanas.
Pengurangan laju respirasi sampai batas tertentu dapat memperpanjang daya simpan produk segar tetapi kebutuhan energi sel terpenuhi.. Pengendalian respirasi tersebut dapat dilakukan dengan cara pelapisan, penyimpanan suhu rendah, dan modifikasi atmosfir ruang penyimpanan (Agroindustripangan, 2008).
B. Respirasi Buah-buahan
Buah-buahan mengalami transpirasi dan tetap melanjutkan respirasi setelah dipanen. Oleh karena itu semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk distribusi buah-buahan tersebut dari lahan sampai dengan konsumen maka nilai gizinya akan semakin menurun. Karena alasan tersebut, penulis sarankan untuk membeli buah-buahan lokal dibandingkan dengan buah-buahan impor karena nutrisi yang terkandung di dalamnya relatif masih banyak ---karena waktu tempuh mulai lahan sampai dengan konsumen lebih pendek.
Penyimpanan buah-buahan tidak berbeda jauh dengan penyimpanan sayuran. Namun harus diingat bahwa terdapat 2 jenis buah-buahan yaitu klimakterik dan non klimakterik. Buah-buahan klimakterik akan memiliki laju respirasi yang lebih besar dibandingkan dengan buah-buahan non klimakterik sehingga buah-buahan klimakterik akan memiliki laju kerusakan lebih besar dibandingkan dengan buah-buahan non klimakterik. Untuk menghambat laju respirasi sebaiknya buha-buahan klimakterik disimpan di dalam pendingin (kulkas), mengingat dalam suhu yang lebih rendah maka respirasi buah-buahan tersebut akan lebih rendah sehingga susut berat dan kehilangan nutrisi dapat dikendalikan ( Rahayu et al, 2009).
C. Anggur
Anggur merupakan buah dalam keluarga Vitaceae. Buah ini biasanya digunakan untuk membuat jus anggur, jelly, minuman anggur, minyak biji anggur dan kismis, atau dimakan langsung. Penyimpanan Cara terbaik dalam penyimpanan adalah dengan memasukkan dalam ruang pendingin untuk mengurangi penguapan, tetapi cara yang mudah, ringkas dan kapasitas penyimpanan besar adalah dengan menggantung anggur untuk dianginanginkan dalam ruang yang sejuk.
D. Apel
Buah apel biasanya merah di luar saat masak (siap dimakan), namun bisa juga hijau atau kuning. Kulit buahnya sangan lembek. Dagingnya keras. Orang mulai pertama kali menumbuhkan apel di Asia Tengah. Kini apel berkembang di banyak daerah di dunia yang lebih dingin.
Nama ilmiah pohon apel dalam bahasa Latin ialah Malus domestica. Pemanenan paling baik dilakukan pada saat tanaman mencapai tingkat masak fisiologis (ripening), yaitu tingkat dimana buah mempunyai kemampuan untuk menjadi masak normal setelah dipanen. Ciri masak fisiologis buah adalah: ukuran buah terlihat maksimal, aroma mulai terasa, warna buah tampak cerah segar dan bila ditekan terasa kres. (Anonim, 2009).
E. Jeruk
Jeruk atau limau adalah semua tumbuhan berbunga anggota marga Citrus dari suku Rutaceae (suku jeruk-jerukan). Anggotanya berbentuk pohon dengan buah yang berdaging dengan rasa masam yang segar, meskipun banyak di antara anggotanya yang memiliki rasa manis. Rasa masam berasal dari kandungan asam sitrat yang memang menjadi terkandung pada semua anggotanya. Buah dan daunnya dimanfaatkan orang sebagai penyedap atau komponen kue/puding. Aroma yang khas berasal dari sejumlah flavonoid dan beberapa terpenoid. "Daging buah" mengandung banyak asam sitrat (harafiah: "asam jeruk") yang memberikan rasa masam yang tajam tetapi segar.
F. Mangga
Mangga adalah nama sejenis buah, demikian pula nama pohonnya. Mangga termasuk ke dalam marga Mangifera, yang terdiri dari 35-40 anggota, dan suku Anacardiaceae. Nama ilmiahnya adalah Mangifera indica.Mangga terutama ditanam untuk buahnya. Buah yang matang umum dimakan dalam keadaan segar, sebagai buah meja atau campuran es, dalam bentuk irisan atau diblender. Buah yang muda kerapkali dirujak, atau dijajakan di tepi jalan setelah dikupas, dibelah-belah dan dilengkapi bumbu garam dengan cabai. Buah mangga juga diolah sebagai manisan, irisan buah kering, dikalengkan dan lain-lain. Di berbagai daerah di Indonesia, mangga (tua atau muda) yang masam kerap dijadikan campuran sambal atau masakan ikan dan daging (Anonim, 2008).
G. Pisang
Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia
Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah. Di Jawa Barat, pisang disebut dengan Cau, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dinamakan gedang.
Ciri khas panen adalah mengeringnya daun bendera. Buah yang cukup umur untuk dipanen berumur 80-100 hari dengan siku-siku buah yang masih jelas sampai hampir bulat. Penentuan umur panen harus didasarkan pada jumlah waktu yang diperlukan untuk pengangkutan buah ke daerah penjualan sehingga buah tidak terlalu matang saat sampai di tangan konsumen. Sedikitnya buah pisang masih tahan disimpan 10 hari setelah diterima konsumen (Menegristek, 2008)
H. Sawo
Produk hortikultura termasuk sawo (Achras sapota L.) merupakan hasil pertanian yang mudah mengalami kerusakan sesudah pemanenan baik kerusakan fisik, mekanik maupun mikrobiologis. Sifat mudah rusak ini menimbulkan masalah yang serius dan merugikan petani maupun pengusaha buah. Umur simpan yang pendek dan produksi yang melimpah saat panen raya serta terlambatnya distribusi mengakibatkan harga sawo turun drastis dan tidak laku di pasaran.
Sawo biasanya dikonsumsi sebagai buah meja. Rasanya yang manis, berdaging lunak dan berair banyak serta baunya yang harum menjadikan sawo sebagai buah eksotis yang digemari masyarakat.
Sawo segar yang telah dipetik merupakan jaringan yang masih hidup dan masih melakukan aktivitas biologis yang akan berpengaruh terhadap kondisi fisik dan tingkat kematangannya seperti aktivitas respirasi dan transpirasi. Dari serangkaian proses tersebut, respirasi merupakan proses yang sangat penting karena menentukan karakteristik kematangan sawo. Kebanyakan buah termasuk sawo menunjukkan peningkatan kegiatan respirasi yang tajam dan cepat segera setelah dipanen. Hal ini dikenal sebagai peningkatan respirasi “klimakterik”.
Respirasi membawa dampak kurang menguntungkan pada sawo yang telah dipanen. Dalam proses respirasi akan terjadi penguraian glukosa dengan bantuan O2 menjadi CO2, H2O dan energi. Jika reaksi ini berlangsung dalam waktu tertentu dalam kondisi normal, maka akan terjadi perubahan struktur pada sawo dan turunnya mutu sawo. Perubahan struktur bisa secara fisik maupun kimia, contohnya perubahan tekstur, warna, aroma, rasa dan terjadinya pematangan yang dilanjutkan dengan pembusukan (Hawa, 2009).
III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
A. Tempat dan waktu
Praktikum Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Sriwijaya pada hari Senin sampai dengan Jum’at pukul 10.00 sampai selesai.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah 1) Buret, 2) Erlenmeyer, 3) Gelas ukur, 4) Labu ukur, 5) Pipet tetes, 6) Pipet volume dan ball pipet, 7) Spatula besi dan 8) Toples dan 9) Statif
Bahan yang digunakan adalah 1) Apel, 2) Anggur, 3) Indikator PP, 4) Jeruk, 5) Larutan HCl 0,01 N, 6) Larutan NaOH 0,05 N, 7) Mangga, 8) Pisang, dan 9) Sawo
C. Cara kerja
Cara kerja dari praktikum menentukan pola resirasi adalah :
1. Siapkan sampel yang akan diuji, timbang sampel dan catat berat sampel
2. Masukkan masing-masing sampel kedalam toples diikuti dengan larutan NaOH sebanyak 50 mL disetiap toples, tunggu selama 1 jam. Untuk blanko letakkan 50 mL NaOH tanpa sampel kedalam toples.
3. Ambil NaOH dari masing-masing toples, titrasi menggunakan HCl.
4. Catat volume HCl yang digunakan. Hitung laju respirasi dengan rumus dibawah ini :
Laju respirasi (mg CO2/kg/jam) = (ml blanko – ml contoh) x N HCl x BM CO2
2
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Pengamatan pola respirasi mangga dan jeruk
Buah Kelompok Pengamatan Pengamatan hari ke-
1 2 3 4 5
Mangga
I L. Inkubasi 1,3 1,43 1,38 1,5 1,26
mL HCl 55,2 42,8 41,4 39,2 37,8
Berat buah 450 535 510 505 493
II L. Inkubasi 1,12 1,37 1,23 1,06 1,29
mL HCl 55,7 44,6 39,2 40,1 39,1
Berat buah 450 440 410 410 355,72
III L. Inkubasi 1,28 1,03 1,14 1,32 1,09
mL HCl 55,4 46,5 41,9 40,5 38,5
Berat buah 460 500 459 450 475
IV L. Inkubasi 1,25 1,33 1,27 1,38 1,28
mL HCl 56,9 47 42,1 42,6 37,8
Berat buah 365 345 355 355 352
Jeruk
I L. Inkubasi 1,17 1,26 1,30 1,28 1,02
mL HCl 56,6 43,7 47,6 40,6 38,4
Berat buah 210 215 200 195 182
II L. Inkubasi 1,08 1,27 1,23 1,30 1,26
mL HCl 56,4 45,4 39,9 40,7 35,7
Berat buah 250 175,4 173,05 170,52 162,72
III L. Inkubasi 1,32 1,08 1,24 1,05 1,30
mL HCl 56 46,4 42,5 40,6 37,6
Berat buah 115 105 100 100 90
IV L. Inkubasi 1,08 1,37 1,26 1,33 1,07
mL HCl 57,1 47 41,5 43,9 38,3
Berat buah 200 175 215 160 151
Tabel 2. Pengamatan pola respirasi
Buah Kelompok Pengamatan Pengamatan hari ke-
1 2 3 4 5
Pisang
V L. Inkubasi 1,20 1,10 1,15 1,25 1,10
mL HCl 54,3 39 80 74 43,7
Berat buah 200 190 162,23 157,56 151,92
VI L. Inkubasi 1,25 1,25 1,10 1,09 1,15
mL HCl 56,3 46,2 39,5 78,1 40
Berat buah 179,18 175,03 171,10 170 161,74
VII L. Inkubasi 1,10 1,10 1,17 1,21 1,27
mL HCl 55,5 41,2 39,6 42,6 40,1
Berat buah 173 171,15 167,08 162,36 156,95
VIII L. Inkubasi 1,19 1,23 1,16 1,24 1,20
mL HCl 55,6 42,2 41,5 39 38
Berat buah 140,5 137,78 134,44 130 128,09
Sawo
V L. Inkubasi 1,21 1,27 1,30 1,45 1,45
mL HCl 56,3 46,1 74 60 42,2
Berat buah 80 90 58,30 57,36 52,92
VI L. Inkubasi 1,11 1,20 1,23 1,30 1,34
mL HCl 56,4 47,5 41 77,8 42,8
Berat buah 94,1 91,45 89,46 89,17 85,41
VII L. Inkubasi 1,10 1,22 1,15 1,27 1,30
mL HCl 56,2 40,8 38,9 41,2 41,5
Berat buah 90 74,91 72,86 70,72 68,73
VIII L. Inkubasi 1,20 1,20 1,30 1,21 1,25
mL HCl 56,6 41 28 40 39
Berat buah 69,3 65,56 64,1 60 58,69
Tabel 3. Pengamatan pola respirasi
Buah Kelompok Pengamatan Pengamatan hari ke-
1 2 3 4 5
Anggur
IX L. Inkubasi 1,09 1,21 1,10 1,25 1,05
mL HCl 55,3 45,8 40 39,8 38,5
Berat buah 110,74 105 107,12 100 103,73
X L. Inkubasi 1,04 1,27 1,18 1,12 1,31
mL HCl 56,5 47,2 41,5 38,8 37,6
Berat buah 120 110 100 140 110,51
XI L. Inkubasi 1,10 1,41 1,15 1,05 1,28
mL HCl 54,3 48 41,3 40,7 40,5
Berat buah 90 90 90 85,5 83,76
XII L. Inkubasi 1,14 1,17 1,28 1,02 1,21
mL HCl 55,4 46,5 41,4 40,4 39,5
Berat buah 117,67 117 110 75 110
Apel
IX L. Inkubasi 1,18 1,23 1,14 1,17 1,25
mL HCl 56,2 46,8 40,8 30,2 39,0
Berat buah 110 135 101,95 90 101,37
X L. Inkubasi 1,22 1,20 1,12 1,04 1,29
mL HCl 55,4 47 39,9 40 38,2
Berat buah 100 90 75 100 102,08
XI L. Inkubasi 1,16 1,33 1,19 1,07 1,38
mL HCl 57,2 47,8 52,7 40,5 40,3
Berat buah 100 100 85,5 105,57 105,39
XII L. Inkubasi 1,23 1,09 1,03 1,28 1,18
mL HCl 56,2 46,6 41,5 39,6 38,7
Berat buah 120 100 112 100 101
Table 4. Pengamatan Blanko
Hari Ulangan mL HCl
1 1 56,7
2 56,8
3 56,2
4 57,2
2 1 45,9
2 47,5
3 46,7
4 40,8
3 1 40,2
2 38,5
3 39,2
4 39,7
4 1 43,5
2 40,2
3 41,8
4 42,3
5 1 41,3
2 42,4
3 43
4 42,8
B. Pembahasan
Praktikum pertama fisiologi dan teknologi pasca panen ini adalah tentang pola respirasi. Respirasi adalah proses pemecahan komponen organik (zat hidrat arang, lemak dan protein) menjadi produk lebih sederhana dan energi. Aktivitas ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi sel agar tetap hidup (Anonim, 2008). Buah-buahan yang mengalami proses respirasi yang tinggi akan cepat rusak. Rusaknya buah-buahan ini karena senyawa yang ada didalam buah-buahan tersebut mengalami reaksi sehingga zat yang tertinggal didalam bahan tersebut menjadi tidak stabil. Besarnya kecepatan reaksi ini ditandai dengan banyaknya karbondioksida yang keluar dari buah-buahan tersebut yang juga dikenal dengan istilah respirasi.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, berat buah-buahan semakin hari semakin menurun. Menurunnya berat buah-buahan ini disebabkan karena banyaknya gas karbondioksida yang keluar dari bahan. Hal ini disebabkan karena banyaknya pembakaran senyawa molekul khususnya glukosa. Pembakaran ini melibatkan oksigen yang menghasilkan gas karbondioksida (Syarief et al, 1988).
Berdasarkan data yang diperoleh, puncak peningkatan karbondioksida yang tinggi antara apel dan anggur adalah pada hari kelima, buah anggur lebih tinggi tingkat respirasinya dari buah apel, hal ini bertentangan dengan teori yang menyatakan bahwa buah apel adalah buah klimakterik, berarti tingkat respirasinya harus tinggi dibandingkan anggur. Hal ini sama halnya dengan tingkat respirasi jeruk yang tinggi dibandingkan mangga. Jeruk adalh buah non klimakterik, jadi respirasinya harus lebih rendah dari mangga.
Buah sawo tingkat respirasinya lebih rendah dari buah pisang hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa buah pisang termasuk klimakterik sehingga tingkat respirasinya memnag tinggi.
Berdasarkan grafik yang diperoleh, semua buah-buahan memiliki bentuk kurva yang hampir sama yaitu menyerupai kurva klimakterik. Hasil yang diperoleh ini memiliki kekeliruan yang sangat besar. Hal ini disebabkam karena buah-buahan yang diuji teriri dari buah klimakterik dan non klimakterik. Pada buah-buahan yang tergolong klimaterik, proses respirasi yang terjadi selama pematangan mempunyai pola yang sama yaitu menunjukkan peningkatan karbondioksidayang mendadak contohnya buah apel, pisang dan mangga. Sedangkan buah yang tergolong non klimakterik proses respirasi karbondioksida yang dihasilkan tidak terus meningkat tetapi langsung turun secara perlahan-lahan contohnya buah belimbing, sawo, jeruk dan anggur (Syarief et al, 1988).
Perbedaan yang terjadi dalam kurva sawo, jeruk dan anggur yang dihasilkan dengan kurva klimaterik yang sebenarnya disebabkan karena beberapa hal diantaranya kurang akuratnya penimbangan maupun pengukuran sampel dan larutan yang digunakan. Selain itu juga karena adanya kesalahan dari praktikan dalam melakukan proses praktikum seperti kurang mahirnya praktikan dalam melakukan titrasi. Oleh karena itu, ketelitian dan keterampilan dalam melaksanakan praktikum sangat diperlukan untuk menghasilkan data yang akurat dan bagus.
Perbedaan yang terjadi juga disebabkan karena waktu inkubasi yang terlalu lama untuk setiap perlakuan.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Berat buah setelah panen terus berkurang karena adanya proses respirasi pada buah tersebut.
2. Pola respirasi buah klimakterik dengan non klimakterik berbeda. Semakin tinggi tingkat keluarnya karbondioksida maka kerusakan buah akan semakin meningkat, oleh karena itu, buah klimakterik lebih cepat rusak dari buah non klimakterik.
3. Buah-buahan yang mengalami peningkatan karbondioksida yang tinggi tergolong kedalam buah klimakterik contohnya mangga, pisang dan apel
4. Buah-buahan yang mengalami peningkatan karbondioksida yang lambat tergolong kedalam buah non klimakterik contohnya sawo, jeruk dan anggur.
5. Adanya respirasi dipengaruhi oleh zat organik yang terkandung dalm buah-buahan dan jumlah oksigen yang ada disekitar buah.
trimakasih mbak buat blog nya..
BalasHapussalam tekper sriwijaya..