I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Jagung mempunyai peran strategis di sektor pertanian dandalam perekonomian masyarakat. Jagung merupakan sumber bahan baku utama dalam industri pakan unggas (±50%), sumber hijauanpakan yang berkualitas (80-100 t/ha), sebagai bahan pangan pokok bagi masyarakat di beberapa wilayah di kawasan timur Indonesia,sertapenyumbang terbesar keduasetelah padi dalam pendapatan domestik bruto. Menyelamatkan Jagung dari serangan jamur penghasil racun aflatoksin harus dimulai sejak panen. Penanganan sembarangan mengakibatkan kerugian besar, karena jamur merusak Jagung dan racunnya membahayakan kesehatan kita. Penanganan pascapanen Jagung sering menghadapi masalah tingginya kontaminasi jamur penghasil mikotoksin, salah satunya aflatoksin. Menurut hasil penelitian, serangan jamur pada biji-bijian yang disimpan dapat menurunkan daya kecambah, mengubah warna, menimbulkan bau apek, menyebabkan susut bobot, mengubah kandungan kimia atau nutrisi, serta menyebabkan kontaminasi mikotoksin.
Salah satu spesies jamur yang sering ditemukan pada Jagung adalah Aspergillus flavus. Jamur ini menyerang Jagung baik di lapangan maupun di tempat penyimpanan. Jamur ini cukup membahayakan kesehatan karena dapat memproduksi aflatoksin. Aflatoksin merupakan senyawa karsinogen yangdapat menyebabkan kanker hatipada manusia dan ternak bila dikonsumsi secara berlebihan. WHO,FAO, dan UNICEF telah menetapkan batas kandungan aflatoksin dalam makanan sumber karbohidrat maksimum 30 ppb. Bahkan European Commission menetapkan batas maksimum total aflatoksin yang lebih rendah, yaitu 4 ppb untuk produk serealia (Anonim, 2003)
Perkembangan Penelitian untuk menciptakan tanaman unggul dilakukan dengan mempercepat waktu produksi dengan cara mengurangi umur dan tinggi tanaman dari
tetuanya. Tanaman kelapa hibrida batangnya lebih pendek, namun sudah berbuah dengan buah yang lebih besar dan produktivitasnya lebih tinggi dari kelapa biasa. Penelitian-penelitian di IRRI menunjukkan bahwa varietas padi yang memiliki potensi hasil tinggi mempunyai ciri-ciri batang tidak terlalu tinggi tetapi kokoh kuat, ruas batang relatif pendek, sedangkan varietas dengan potensi hasil rendah mempunyai ciri berbatang tinggi,dengan ruas-ruas yang panjang.
Perkembangan Jagung hibrida agak berbeda dibanding tanaman lain. Jagung hibrida mulai dikenalkan di Indonesia pada tahun 1983 yaitu dengan pelepasan Jagung hibrida C-1. Pada umumnya Jagung hibrida terbaik memberikan hasil lebih tinggi daripada Jagung varietas bersari bebas Penelitian menunjukkan adanya korelasi positif antara Jagung yang berbatang tinggi dan hasil. dalam penelitiannya mendapatkan bahwa Jagung hibrida H-10, H-4, dan H-1 dengan tinggi tanaman berturut-turut 155,03 cm, 185,2 cm, 192,45 cm menghasilkan biji Jagung yang lebih banyak dari Arjuna dengan tinggi 174,62 cm, namun lebih rendah dari BISI-2 dengan tinggi 184,18 cm.
Cahaya matahari merupakan sumber energi bagi proses fotosintesis. Serapan cahaya matahari oleh tajuk tanaman merupakan faktor penting yang menentukan fotosintesis untuk menghasilkan asimilat bagi pembentukan hasil akhir berupa biji. Cahaya matahari yang diserap tajuk tanaman proporsional dengan total luas lahan yang dinaungi oleh tajuk tanaman
Reta Sanchez dan Fowler menyatakan bahwa pengurangan tinggi tanaman dan cabang yang pendek diperhitungkan meningkatkan penetrasi cahaya di dalam tajuk. Ini terjadi karena susunan daun di dalam tajuk lebih menentukan serapan cahaya dibanding indeks luas daun. Jumlah, sebaran dan sudut daun pada suatu tajuk tanaman menentukan serapan dan sebaran cahaya matahari sehingga mempengaruhi fotosintesis dan hasil tanaman. Faktor antara lain populasi, jarak antar barisan dan bentuk tajuk akan mempengaruhi sebaran daun.
Sebaran daun dalam tajuk mengakibatkan cahaya yang diterima setiap helai daun tidak sama. Semakin dekat dengan permukaan tanah semakin sedikit cahaya yang diterima olehdaun, ini adalah akibat pemadaman cahaya yang dilakukan oleh lapisan daun yang lebih atas. Jika lapisan tajuk bagian bawah menerima cahaya di bawah titik kompensasicahayanya maka daun ini akan bersifat parasit terhadap tanaman itu sendiri, karena karbohidrat yang dihasilkan lebih kecil dari yang digunakan untuk pemeliharaan daun tersebut.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari cara mengukur kadar air pada beberapa jenis komuditi pangan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Jagung merupakan sumber bahan pangan penting setelah beras. Selain sebagai bahan pangan, jagung juga banyak digunakan sebagai bahan pakan ternak. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan jagung juga semakin meningkat, namun tidak diikuti oleh peningkatan produksi sehingga terjadi kekurangan setiap tahunnya sebesar 1,3 juta ton yang harus dipenuhi melalui impor. Untuk menutupi kekurangan pasokan jagung perlu diupayakan melalui peningkatan produksi. Perakitan varietas unggul baru berdaya hasil dan berkualitas tinggi merupakan salah satu upaya untuk mendorong peningkatan produksi.
Syarat utama yang diperlukan oleh pemulia untuk merakit vatietas unggul baru adalah tersedianya materi genetik dengan keragaman yang luas. Keragaman genetik di alam timbul dari gen-gen yang bersegregasi dan berinteraksi dengan gen lain melalui hibridisasi, mutasi, dan introduksi. Melalui hibridisasi dan segregasi akan tercipta keragaman genetik yang luas.
Mutasi yang terjadi di alam juga dapat menciptakan keragaman genetik, tetapi prosesnya sangat lambat sehingga tidak dapat diandalkan untuk perakitan varietas unggul baru dalam waktu singkat. Kerja sama dan pertukaran koleksi plasma nutfah antar lembaga penelitian merupakan cara yang dapat dilakukan untuk memperluas keragaman materi genetik sehingga dapat dimanfaatkan dalam perakitan varietas unggul baru atau sumber gen untuk direkombinasikan dengan plasma nutfah yang sudah ada. Realitas dari kerja sama tersebut adalah introduksi beberapa genotipe jagung dengan protein bermutu tinggi berbiji kuning dan putih dari CIMMYT
yang dikenal dengan nama QPM (Quality Protein Maize).
Jagung QPM dapat digunakan sebagai bahan pangan dan pakan yang bergizi. Hal ini makin penting artinya apabila dikaitkan dengan masih banyaknya penduduk Indonesia yang menderita kekurangan gizi protein, yaitu sekitar 100 juta jiwa. Kandungan protein biji jagung biasa rata-rata 9% dan memiliki kekurangan dua asam amino esensial, yaitu lisin dan triptofan masing-masing hanya 0,05% dan 0,225% dari total protein biji.
Angka ini kurang dari separuh konsentrasi yang disarankan oleh FAO (WHO 1985). Jagung QPM dapat menjadi solusi pemecahan masalah tersebut karena kandungan lisin dan triptofannya dua kali lebih tinggi daripada jagung biasa, masing-masing 0,11% dan 0,48% dan kandungan protein kasarnya juga lebih tinggi, yaitu 11,0-13,5%. Meskipun jagung QPM introduksi tersebutmemiliki potensi hasil yang tinggi dan telah dikembangkan di beberapa negara seperti India, Cina, Thailand, dan Vietnam, namun sebelum dikembangkan menjadi varietas unggul baru di Indonesia perlu diuji keragaan fenotipenya. Penampilan fenotipe diperlukan sebagai dasar dalam pemilihan genotipe unggul pada lingkungan yang luas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan hasil dan karakter lain dari varietas jagung unggul baru Srikandi Putih-1 dan Srikandi Kuning-1 pada beberapa lokasi pengujian di Jawa dan Bali.
Pengeringan Jagung yang dilakukan diupayakan hingga mencapai kadar air 13 %, sehingga diperolah data pengeringan Hasil pengeringan Jagung, menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pengeringan, maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untukmengeringkan Jagung sampai kadar air 13 %. Suhu pengeringan untuk tiap-tiap varietas Jagung menunjukkan respon yang berbeda-beda. Jagung varietas Arjuna mempunyai ukuran tongkol yang lebih besar bila dibandingkan dengan varietas BISI-2 dan varietas Lokal, sehingga memerlukan waktu yang lebih lama dalam proses pengeringannya.Selain itu kadar air awal Jagung juga sangat menentukan lamanya pengeringan.
1. Penanganan Pascapanen oleh Petani
Penanganan Jagung oleh petani masih sederhana. Setelah dipanen, Jagung yang masih berkelobot dikeringkan dengan dijemur, lalu disimpan. Dapat pula setelah dijemur kelobot dikupas lalu dijemur lagi. Setelah kering, Jagung dipipil dengan tangan atau menggunakan alat pemipil sederhana. Jagung pipil lalu dikemas dalam karung dengan kapasitas 50-70 kg/karung, kemudian dijual ke pedagang pengumpul. Selama menunggu dijual, Jagung disimpan dengan cara ditumpuk,tanpa memperhatikan aspek kebersihan dan sanitasi. Kondisi pena-nganan seperti ini memudahkan Jagung terinfeksi jamur. kadar air Jagung pipilan umumnya masih cukup tinggi, sekitar 20-23%. Pada tingkat kadar air tersebut, Jagung tidak aman disimpan karena sangat mudah terserang jamur.
Menurut hasil pengujian,kandungan A. flavus pada Jagung pipilan petani cukup tinggi, berkisarantara 12x104 CFU/g sampai 28x104 CFU/g, dan kandungan aflatoksin B1 sekitar 6,45-103,53ppb. Tingginya kandungan jamur dan aflatoksin disebabkan oleh penanganan yang tidak terkontrol dan penundaan pada setiap tahapan penanganannya. Agar aman disimpan, Jagung pipilan perlu dikeringkan hingga mencapai kadar air keseimbangan, yaitu 14%
2. Pengeringan
Tongkol Jagung yang telah disortir segera dijemur hingga kadar air 15%. Pada proses ini, kotoran yang terikut disingkirkan. Penjemuran hendaknya menggunakan alas/terpal agar tongkol terhindar dari kotoran. Selama dijemur, tongkol dibalik dengan menggunakan alat bantu agar pengeringan merata. Cara mudah untuk mengetahui pengeringan telah mencukupi adalah bila tongkol Jagung saling digesekkan akan terdengar bunyi nyaring.
3. Pemipilan
Pemipilan dapat dilakukan dengan menggunakan mesin atau tangan, dan hendaknya pada kadar air yang tepat agar biji tidak rusak/cacat. Biji yang cacat/rusak akan mudah terinfeksi jamur. Selama pemipilan, kotoran yang terikut disingkirkan.
Pemipilan merupakan kegiatan memisahkan biji jagung dari tongkolnya. Pemipilan dapat dilakukan dengan cara tradisional atau dengan cara yang lebih modern. Secara tradisional pemipilan jagung dapat dilakukan dengan tangan maupun alat bantu lain yang sederhana seperti kayu, pisau dan lain-lain sedangkan yang lebih modern menggunakan mesin yang disebut Corn sheller yang dijalankan dengan motor.
Butiran jagung hasil pipilan masih terlalu basah untuk dijual atau pun disimpan. Untuk itu diperlukan satu tahapan proses yaitu pengeringan akhir. Pada pengeringan butiran, kadar air jangung diturunkan sampai kadar air sesuai mutu jagung yang dikehendaki. Proses pengeringan ini dapat dilakukan melalui penjemuran di bawah teriknya sinar matahari atau menggunakan mesin pengering tipe Batch Dryer dengan kondisi temperatur udara pengering antara 50 – 60oC dengan kelembaban relatif 40 persen. Butiran jagung yang telah melalui proses pengeringan perlu dibersihkan dan dipisahkan dalam beberapa kelompok mutu I,II,III maupun IV untuk selanjutnya dijual atau disimpan.
Penyimpanan jagung pipilan dapat dilakukan seperti penyimpanan beras di DOLOG dalam karung yang disusun secara teratur atau dapat pula disimpan dalam bentuk curah dengan sistem silo. Penyimpanan ini dapat berfungsi sebagai pengendali harga pada saat harga di pasar jatuh karena kelebihan stok. Setelah harga jual membaik, barulah jagung yang disimpan dilepas ke pasaran.
III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
A. Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan pada hari senin tanggal 13 Oktober 2008 pukul 08.30 sampai dengan selesai Di Laboratorium Kimia Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya.
B. Bahan dan Alat
Alat yang digunakan pada praktikum pengukuran kadar air yaitu 1) moster tester
Bahan yang digunakan untuk metode kenaikan kapiler, yaitu 1) Jagung 2) Kacang tanah, 3) Kacang hijau, 4) Kacang merah, 5) Kedelai, 6) Beras
C. Cara Kerja
Cara kerja yang dilakukan pada praktikum pengukuran kadar air menggunakan Mouster Tester adalah:
1. Buka tutup dan keluarkan wadah sampel yang terdapat pada Mouster Tester, kemudian pastikan Mouster Tester dalam keadaan bersih
2. Klik tombol On pada Mouster Tester dan tunggu layar yang ada pada Mouster Tester kosong.
3. Pilih Select dan masukkan kode yang telah ditentukan dalam panduan praktikum, kemudian pilih MEA. Tunggu tampilan Pour pada layar
4. Masukkan bahan yang akan diukur kadar airnya kedalam Mouster Tester
5. Tunggu beberapa menit. Kadar air bahan akan tampak pada layar Mouster Tester
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel kadar air pada beberapa jenis bahan pangan
No | Bahan | Kadar Air ( % ) | Literatur ( % ) |
1 | Kacang Tanah | 7,2 | 8 |
2 | Kacang Kedelai | 11,1 | 13 – 16 |
3 | Kacang Hijau | 11,9 | 8 – 9 |
4 | Kacang Merah | 15,9 | 11 |
5 | Beras | 11,2 | 14 - 15 |
6 | Jagung | 16,8 | 15 |
B. Pembahasan
Pada praktikum pertama ini kita akan membahas tentang pengukuran kadar air pada beberapa jenis komuditi pangan. Pengukuran kadar air tersebut bisa dilakukan dengan beberapa metode pengukuran diantaranya metode oven, metode oven vakum, metode destillasi dan menggunakan alat pengukurnya langsung. Pada praktikum ini, kami menggunakan alat pengukur kadar ar secara langsung yaitu dengan menggunakan alat yang dinamakan Mosture Tester.
Beberapa bahan komuditi pangan yang akan ditentukan kadar airnya yaitu kacang tanah, kacang hijau, kacang kedelai, kacang hijau, beras dan jagung. Praktikum Satuan operasi 2 ini terdiri dari 6 kelompok, saya termasuk kedalam kelompok 6 dan ditugaskan untuk membawa Jagung sebanyak 250 gram. Jagung yang dibawa tidak sesuai dengan apa yang diinginkan yaitu jagung yang telah dilepas dan masih utuh, tetapi yang kami bawa jagung yang sudah dihaluskan. Kesalahan ini akan berdampak pada penarikan kesimpulan terakhir.
Praktikum kali ini menggunakan alat Mosture tester, dan hasil yang didapat dari berbagai kelompok bervariasi. Kacang tanah dengan kode 61 didapatkan kadar air sebesar 7,2% dengan % kadar air pada literatur sebesar 8%. Kacang kedelai dengan kode 43 didapatkan kadar air sebesar 11,1% dengan % kadar air pada literatur sebesar 13% - 16%. Kacang hijau dengan kode 55 didapatkan kadar air sebesar 11,9% dengan % kadar air pada literatur sebesar 8% - 9%. Kacang merah dengan kode 96 didapatkan kadar air sebesar 15,9% dengan % kadar air pada literatur sebesar 11%. Beras dengan kode 42 didapatkan kadar air sebesar 11,2% dengan % kadar air pada literatur sebesar 14% - 15%. Jagung dengan kode 51 didapatkan kadar air sebesar 16,8% dengan % kadar air pada literatur sebesar 15%.
Dari hasil pengukuran diatas terdapat perbedaan jumlah kadar air yang tersimpan pada bahan-bahan pangan tersebut walaupun jumlah sampel yang diukur sama . Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya ukuran bahan, bentuk bahan, Suhu atau udara pada saat pembelian bahan dan mutu bahan. Luas permukaan bahan bahan tersebut berpengaruh karena setiap bahan tersebut mempunyai luas permukaan bahan yang berbeda-beda contohnya kacang hijau dengan kacang merah. Luas permukaan kacang hijau lebih kecil dari kacang merah.
Walaupun bahannya sama tetapi perlakuan bahannya berbeda seperti yang terjadi pada kelompok enam, jagung yang seharusnya digunakan yaitu jagung pipilan yang masih utuh tetapi kelompok enam membawa jagung yang sudah dipecah-pecah sehingga permukaan menjadi halus dan kecil. Sehingga hasil pengukurannya berbeda jauh dengan literatur yang ada. Begitupula dengan pada tempat pembelian bahan, walaupun bahannya sama jika tempat pembeliannya berbeda maka kadar airnya pun berbeda. sama halnya dengan keadaan bahan tersebut, jika bahannya kering kadar airnya kecil, sedangkan jika bahannya kadar air pada bahan tersebut pasti tinggi. Mutu bahan juga mempengaruhi hasil pengukuran. Jadi , sebelum praktikum harus diperhatikan bahan-bahan yang akan diujikan.
Selain faktor diatas, faktor lain yang menyebabkan perbedaan tersebut yaitu keadaan alat yang digunakan. Sebelum melakukan praktikum, kita harus memperhatikan bahan-bahan dan alat-alat yang akan kita gunakan. Alat-alat praktikum sangat berpengaruh terhadap hasil pengukuran yang didapat. Jika alatnya rusak maka hasil yang didapat akan salah. Pada praktikum kali ini hasil pengukuran yang didapat ada yang jauh berbeda dengan literatur yang ada. Hal ini terjadi karena ada kemungkinan alat yang digunakan pada saat praktikum tersebut rusak, dan kurang steril.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Jagung merupakan sumber bahan pangan penting setelah beras. Selain sebagai bahan pangan, jagung juga banyak digunakan sebagai bahan pakan ternak.
2. Metode yang digunakan untuk mengukur kadar air diantaranya metode oven, metode oven vakum, metode distilasi dan menggunakan alat mouster tester.
3. Setiap bahan pangan memiliki kadar air yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya Berat bahan, Udara sekitar, mutu bahan dan ukuran bahan.
4. Metode oven adalah metode pemanasan dengan suhu 105oC, sedangkan metode oven vakum adalah metode yang digunakan untuk menghitung kadar air untuk bahan yangberkadar gula tinggi.
5. Pada pengeringan butiran, kadar air jangung diturunkan sampai kadar air sesuai mutu jagung yang dikehendaki.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2003. Jagung. http://www.google.com. (Diakses 10-10-2008).
Kristianto, Ir. Adhi, MP, PT. 2007. Teknologi Pasca Panen untuk Peningkatan Mutu Jagung. http://ejournal.unud.ac.id. (Diakses 12-10-2008).
Indradewa, Didik. Dkk. 2005. Kemungkinan Peningkatan Hasil Jagung Dengan Peningkatan Batang. http://agrisci.ugm.ac.id . (Diakses 19-10-2008).
Atmaka, Windi dan Kawiji. 2006. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Kualitas Tiga Varietas Jagung. (online) (http://pertanian.uns.ac.id. (Diakses 19-10-2008).
Administrator. 2005. Optimasi Tek. Penanganan Panen & Pasca Panen Padi Jagung& Kedelai Secara Mekanis di Pasang Surut. http://mekanisasi.litbang.deptan.go.id. (Diakses 19-10-2008).
Mujnisa, A. 2007. Uji Sifat Fisik Jagung Giling pada Berbagai Ukuran Partikel. http://www.ijonline.net. (Diakses 13-10-2008).
Robi’in. 2007. Perbedaan Bahan Kemasan dan Periode Simpan dan Pengaruhnya Terhadap Kadar Air Benih Jagung Dalam Ruang Simpan Terbuka. (http://www.pustaka-deptan.go.id. (diakses 13-102008).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar